Pornografi dan Pornoaksi

Menanggapi artikel di Buku :

Gary Krug. (2005). Communication Technology and Cultural Change,

Sage Publication. London. ISBN: 0 7619 7200 5(GK) – Chapter 6-7.

Abstrak

Dunia informasi seperti yang kita ketahui kini menguasai segala aspek kehidupan di dunia. Bahkan di daerah Barat, jual beli informasi marak dilakukan untuk kelangsungan suatu kepentingan. Di kehidupan modern seperti sekarang, informasi bukan hanya sebagai tonggak bagi pusat-pusat informasi saja, melainkan seluruh individu yang ada di dunia yang bukan hanya untuk kebutuhan sekunder, melainkan kini menjadi kebutuhan primer yang menopang diri setiap individu untuk bertahan hidup. Semua hal yang ada disekeliling kita merupakan informasi. Dengan kata lain apapun di dunia ini dapat menjadi informasi.

Layaknya semua hal yang ada didunia ini, sudah menjadi suatu pengharapan bahwa hal-hal yang ada di dunia dapat menghasilkan manfaat dan kegunaan yang positif. Namun ada saja oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab melakukan tindak penyalahgunaan terhadap informasi, baik untuk kepentingan pribadi ataupun kepentingan suatu institusi. Salah satu bentuk penyalahgunaan tersebut misalnya monopoli media yang dilakukan untuk kepentingan politik, program-program atau tayangan-tayangan yang tidak layak ditonton karena mengandung unsur kekerasan atau pornografi, dan sebagainya. Karena kini sedang marak sekali kasus pornografi, maka akan dibahas mengenai pornografi lebih jelasnya. Dalam benak kita sebagai awam, pornografi dapat dikategorikan sebagai hal-hal tabu yang sifatnya “buka-bukaan” atau asusila yang diperlihatkan kepada orang lain atau khalayak. Banyak sekali definisi mengenai pornografi itu sendiri, yang nanti sekiranya dapat diulas lebih dalam dalam pembahasannya.

Seperti yang saya katakan sebelumnya, banyak sekali kasus-kasus yang berkaitan dengan pornografi dan pornoaksi. Hal tersebut ditandai dengan banyaknya persebaran video-video “panas” yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, dan diperparah dengan keterlibatan tokoh-tokoh terkenal seperti public figure yang menjadi pelaku adegan-adegan tidak senonoh tersebut mulai dari para artis sampai dengan tokoh politik.

Hal-hal tersebut sudah jelas harus segera diambil tindakan tegas agar tidak makin merebak dan tiba pada saat dimana hal-hal tersebut tidak dapat lagi dihentikan. Indonesia merupakan negara hukum yang demokratis. Dimana Indonesia sangat dianjurkan untuk melakukan pendistribusian informasi secara bebas namun tetap berpegang pada norma, hukum, dan etika. Dengan adanya pornografi dan pornoaksi, diperlukan turun tangan langsung dari pemerintah untuk menertibkan hal tersebut agar Indonesia tidak berubah menjadi negara penganut paham liberalisme yang sewenang-wenang.

Pembahasan

Sebelum membahas lebih lanjut tentang hal-hal yang berkaitan dengan pornografi, agar mempermudah kita untuk memahaminya berikut ini ada beberapa pengertian dari pornografi itu sendiri, diantaranya :

  • Definisi pornografi yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu porne (pelacur) dan graphos(gambar atau tulisan) yang secara harafiah berarti “tulisan atau gambar tentang pelacur”. Definisinya adalah “upaya mengambil keuntungan, baik dengan memperdagangkan atau mempertontonkan pornografi”. (Undang-Undang Pornografi, 2011)
  • Pornografi adalah penggambaran tubuh manusia atau perilaku seksual manusia dengan tujuan membangkitkan rangsangan seksual, mirip, namun berbeda dengan erotika, meskipun kedua istilah ini sering digunakan secara bergantian. (Definisi Pornografi, 2008)

Dari beberapa pengertian diatas, semoga dapat memberikan gambaran mengenai apa itu

pornografi. Hampir sama dengan pornografi, mengenai hal-hal yang mengandung “porno” kita juga mengenal istilah “pornoaksi” yang mungkin orientasinya sama dengan definisi dari pornografi, namun terdapat kata “aksi” dalam “pronoaksi” yang memberikan definisi sedikit berbeda namun masih berkaitan yaitu hal-hal yang bersifat porno namun tervisualisasikan bukan hanya melalui gambar melainkan melalui dimensi tiga dimensi yaitu aksi-aksi yang menunjukkan perilaku seksual manusia dengan tujuan seperti halnya pornografi.

Dengan kata lain, pornografi dan pornoaksi merupakan salah satu dari penyalahgunaan informasi yaitu persebaran informasi yang tidak layak yang dapat dimuat dibeberapa media sehingga kita dapat dengan mudah mengaksesnya seperti tayangan televisi, siaran radio, gambar-gambar atau ulasan-ulasan yang terdapat di majalah, koran, tabloid, maupun media-media cetak lainnya.

Pornografi dan Pornoaksi di Indonesia

Awal Mula

Bukan hanya belakangan ini saja kita dapat menemui hal-hal yang berbau porno di Indonesia. Mungkin dapat dikatakan bahwa kini persebaran pornografi dan pornoaksi di dunia, khususnya di Indonesia semakin pesat karena adanya kemajuan teknologi. Dimana kemajuan teknologi tersebutlah yang mempermudah masyarakat dunia, khususnya Indonesia untuk mengakses hal-hal yang berbau porno tersebut.

Pornografi dan Pornoaksi di Indonesia, seperti yang kita ketahui sudah berlangsung lama. Dimana unsur-unsur pornografi tersebut dimulai dengan bermunculannya film-fim “panas” di dunia perfilman Indonesia, yang mana “dilogoi” dengan film bertajuk “film dewasa untuk 17 tahun keatas”. Film-film yang bermunculan ditahun-tahun 70 sampai 90an tersebut, mungkin sekarang sulit kita temui karena sudah jarang bahkan telah dibinasakan. Dalam film-film tersebut, dapat dijumpai adegan-adegan “panas” yang cukup berani, dimana “panas” dalam pembahasan ini diartikan sebagai hal-hal yang mengundang hasrat seksual (syahwat). Para pemain film yang terlibat didalamnya tidak segan-segan untuk melakukan adegan “buka-bukaan”, bahkan ada yang berani beradegan telanjang, sampai melakukan “adegan ranjang”. Ekspektasi orang-orang pun pada masa tersebut berbeda-beda. Ada yang menganggap film-film tersebut menghibur, dan ada pula yang menentang. Pada zamannya itu, tindak-tanduk perfilman indonesia tersebut dianggap aman karena diterakan kategori “Film Dewasa” sehingga anak-anak dibawah umur tidak boleh menyaksikannya. Hal tersebut didukung dengan peraturan keluarga yang pada saat itu cukup keras, sehingga anak-anak tidak sebebas seperti sekarang.

Sekarang

Namun semakin kesini, sudah tidak lagi kita temui film-film “sevulgar” itu karena telah diatur dalam aturan pemerintah yang menyatakan bahwa hal-hal seperti itu dapat merusak moral. Selain aturan yang menyatakan pertentangan terhadap pornografi dan porno aksi tersebut, pemerintah juga menetapkan sanksi tegas bagi yang melanggar hal-hal tersebut.

Akan tetapi, bukan berarti sekarang Indonesia bersih sama sekali dari hal-hal yang berbau pornografi dan pornoaksi tersebut. Meskipun tidak “seterang-terangan” pada era perfilman 70-90an, namun unsue-unsur tersebut masih tetap ada namun keberadaannya mungkin dapat kita sebut dengan “terselubung”. Hal tersebut dapat kita lihat dari dunia perfilman di Indonesia sekarang. Bukan bermaksud untuk menghujat, namun disini saya hanya mengkritisasi tentang banyaknya adegan-adegan “tidak senonoh” yang bukan hanya kita temui difilm-film romansa, akan tetapi juga film-film horor. Malah dapat dikatakan bahwa hampir dibeberapa film-film bergenre horor yang tayang dibioskop, mengandung unsur-unsur pornografi dan pornoaksi.

Sebagai ilustrasi, dunia perfilman Indonesia mulai berani menampilkan aksi “ciuman bibir” yang dipelopori oleh beberapa film seperti “Buruan Cium Gue”, “Ada Apa dengan Cinta?”,”Eiffel I’m In Love”, dan masih banyak film-film lainnya. Adegan tersebut yang mungkin mempelopori adegan-adegan yang lebih dari itu di beberapa film-film setelahnya. Dari yang hanya berupa adegan ciuman bibir, sampai ke adegan yang lebih intim lainnya. Meskipun telah diterakan kategori “Film Dewasa” atau “17th keatas”, tidak terlalu mempan untuk mengurangi jumlah penonton dibawah umur. Hal-hal tersebut akan sangat berbahaya pada pembentukan kepribadian anak-anak dibawah umur, khususnya moral. Ilustrasi yang lebih nyata lagi yaitu rencana penayangan film “Menculik Miyabi” yang masih belum tahu kepastian penayangannya. Dapat tergambar dari judul film tersebut, dimana pihak pembuat film akan mengikutsertakan Miyabi yang dikenal orang sebagai ikon film porno dari nergeri bunga sakura. Meskipun pihak pembuat film menyatakan bahwa tidak akan ada adegan “syur” dalam film tersebut, namun tidak ada yang dapat menjaminnya.

Lain halnya dengan beredarnya majalah-majalah dewasa yang berisikan gambar-gambar kemolekan tubuh pria ataupun wanita yang cukup “terbuka” bahkan sangat terbuka yaitu “telanjang” didalamnya. Dewasa ini, majalah-majalah atau tabloid-tabloID tersebut masih beredar bebas dipasaran. Meskipun ada pihak-pihak yang menentang baik secara halus bahkan anarkhis sepeti yang dilakukan oleh FPI terhadap pihak Majalah Playboy Indonesia, tidak menyurutkan langkah para produsen majalah dewasa tersebut. Belum lagi media internet yang mudah diakses. Oknum-oknum tidak bertanggung jawab tersebut kini juga mengambil keuntungan persebaran unsur-usnur pornografi dan pornoaksinya lewat internet. Termasuk kini yang sedang marak yaitu video-video seks yang dilakukan oleh-oleh para artis seperti yang kita ketahui dan cukup gempar yaitu kasus video seks yang dilakukan oleh Ariel dan wanita-wanitanya. Adapula dari kancah politik yaitu yang dipelopori oleh video seks milik Yahya Zaini dengan penyanyi dangdut Maria Eva yang juga cukup menggemparkan, sampai dengan kasus “nonton film porno di gedung DPR” yang dilakukan oleh salah satu anggota DPR.

Upaya Penanggulangan yang Dilakukan Untuk Menanggulangi Persebaran Pornografi dan Pornoaksi di Indonesia

Karena hal-hal tersebut tidak bisa dibiarkan dan dapat menyebabkan kehancuran moral bangsa Indonesia, pemerintah membentuk beberapa lembaga yang berkaitan dengan penanggulangan pornografi dan pornoaksi di Indonesia berikut dengan peraturan-peraturannya, antaralain :

  • Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)

Dimana pemerintah merumuskan Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002

yang merupakan dasar utama bagi pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang berbunyi : “Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.” (Profil KPI, 2007)

Dari Undang-Undang tersebut, dapat dirumuskan beberapa fungsi dari KPI itu sendiri, diantaranya :

–          Menjembatani kepentingan masyarakat dengan institusi pemerintah dan lembaga penyiaran (radio, dan TV swasta, publik, komunitas maupun berlangganan).

–          Mengawasi segala bentuk tindak-tanduk penyiaran, termasuk mengawasi adanya unsur-unsur persinggungan SARA, kekerasan, dan Pornografi/Pornoaksi

  • Lembaga Sensor Film Indonesia

Dapat kita lihat dari namanya, lembaga ini bertugas untuk melakukan serangkaian

kegiatan penyensoran seluruh tayangan-tayangan yang terdapat pada media. Ada beberapa tugas LSF yang dapat saya ringkas dari websitenya yaitu diantaranya : (Lembaga Sensor Film)

–          Melakukan “censoring” secara rutin dengan hasil :
Meluluskan dengan atau tanpa potongan untuk SEMUA UMUR, REMAJA, dan DEWASA untuk penonton bioskop; Meluluskan dengan atau tanpa potongan untuk SEMUA UMUR, REMAJA, DEWASA untuk penonton televisi; Tidak meluluskan dengan catatan revisi, khusus untuk film Indonesia; Tidak meluluskan secara utuh; Meluluskan tanpa potongan untuk film keperluan festival film dengan kategori ‘TERBATAS’

–          Tugas kedua LSF adalah secara terus-menerus wajib mengadakan pemantauan melalui konsultasi dengan pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Parisada Hindudharma Indonesia, Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI), dan tokoh-tokoh agama lainnya, serta mengadakan kunjungan kerja ke daerah dan mengadakan temu wicara dengan berbagai organisasi sosial kemasyarakatan, LSM dan lain-lain untuk memperoleh masukan yang berharga.

–          Tugas ketiga LSF adalah secara periodik menginformasikan kepada masyarakat mengenai perkembangan tata nilai dan apresiasi masyarakat terhadap hasil kerja LSF untuk menjadi bahan kajian serta rumusan tata kerja dan kriteria penyensoran sesuai dengan perkembangan zaman.

  • Peraturan Perundangan

Undang-undang pornografi yang merumuskan definisi dari pornografi yaitu “Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.” (Undang-Undang Pornografi, 2011)

Serta ada beberapa undang-undang yang mengatur tentang pornografi dan tindak pidana bagi yang melanggar, yaitu : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (Undang-Undang Republik Indonesia tahun 2008); Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pers, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. (Undang-Undang Pornografi)

Kesimpulan

Dari ulasan diatas, ada beebrapa hal yang dapat kita cermati. Banyak orang yang menganggap bahwa sesuatu yang dianggap porno adalah sesuatu yang memiliki nilai seni. Maka dari itu, hal-hal berbau pornografi atau porno aksi dapat kita temui di beberapa bidang seni khususnya seni akting. Apabila porsinya sesuai dan tidak melebihi batas, mungkin tidak akan membahayakan, namun dibutuhkan pengawasan dan penyaringan yang ketat karena cara pandang orang lain mengenai hal tersebut berbeda-beda.

Membicarakan hal tersebut memang tidak bisa terlalu “keras”, karena setiap orang memiliki hak untuk melakukan apapun yang diinginkannya asalkan tidak merugikan atau membahayakan orang lain. Dalam konteks pornografi ini merujuk pada suatu hal yang dulu dianggap tabu, yang  berbeda dengan sekarang dimana orang bebas untuk berekspresi meskipun bersinggungan dengan hal yang berbau pornografi atau pornoaksi.

Namun yang perlu dikritisasi adalah, hal-hal vulgar yang dapat kita sebut dengan “porno” di Indonesia bukan hanya melebihi batas, melainkan berlebihan. Tanpa harus berdiskusi dengan pihak sensor film, kitapun pasti dapat menilai mana hal-hal yang berbau pornigrafi atau pornoaksi yang tidak layak untuk dipertontonkan. Dan ironisnya, kita masih dapat menemukan banyak sekali hal-hal yang seperti itu. Untuk oramg-orang yang sudah mengerti, atau dengan kata lain dewasa, mungkin masih dapat mengeneralisasikan hal-hal tersebut sebagai sesuatu hal yang melanggar norma. Tapi bagaimana dengan anak bawah umur yang harus disuguhi dengan hal-hal vulgar tersebut sebelum dia dapat menggeneralisasikannya? Tidak heran kalau jumlah anak-anak yang lahir diluar nikah, pernikahan karena hamil diluar nikah, penderita AIDS bertambah.

Seharusnya hal-hal tersebut dapat diminimalisir dan dicegah dengan komitmen untuk saling menjaga dan berpartisipasi untuk mengakali maraknya hal-hal yang berbau pornografi atau pornoaksi tersebar bebas dikalangan remaja. Bukannya saya menganggap bahwa pemerintah tidak tegas, tetapi perlu ketegasan ekstra dan menjadi teladan bagi masyarakatnya. Apa yang akan ada dipikiran masyarakat apabila orang-orang yang menganjurkan mereka menjauhi hal-hal berbau pornografi namun orang-orang teresbut malah menjadi pioneernya (red kasus video porno pejabat). Marilah sama-sama menumbuhkan kesadaran, dan berkomitmen untuk menciptkan masyarakat yang kaya akan moral melalui pengurangan hal-hal yang berbau pornografi atau pornoaksi. Ditengah carut marut masalah negara yang tak kunjung selesai, tidak ada salahnya untuk kita memulai menata kembali tatanan masyarakat untuk tetap menjunjung nilai luhur ketimuran yang kita miliki melalui penyeleksian terhadap budaya-budaya yang dapat merusak moral bangsa.

Daftar Pustaka

Definisi Pornografi. (2008, August 20). Retrieved June 1, 2011, from Multiply Blog: http://deny13.multiply.com/journal/item/76

Lembaga Sensor Film. (n.d.). Retrieved June 1, 2011, from Lembaga Sensor Film: http://www.lsf.go.id/film.php?module=profil

Profil KPI. (2007, May 4). Retrieved June 1, 2011, from Komisi Penyiaran Indonesia: http://www.kpi.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=14&Itemid=6&lang=id

Undang-Undang Pornografi. (n.d.). Retrieved June 1, 2011, from Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia: http://www.ykai.net/index.php?view=article&id=355:undang-undang-pornografi

Undang-Undang Pornografi. (2011, May 29). Retrieved June 1, 2011, from Wikipedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Pornografi

Undang-Undang Pornografi. (2011, May 29). Retrieved June 1, 2011, from Wikipedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Pornografi

Undang-Undang Republik Indonesia tahun 2008. (n.d.). Retrieved June 1, 2011, from YLBH APIK Jakarta: http://www.lbh-apik.or.id/uu-pornografi.htm

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Periklanan Politik

Tanggapan Artikel : Joseph Turow  (2009). Media Today : An Introduction To Mass Communications. 3rd Edition – Part Five : Advertising and Public Relations

Abstrak

Dunia komunikasi kini mulai melebarkan sayapnya untuk menghantarkan fungsi-fungsi lain. Bukan lagi berbicara tentang public speaking atau dunia penyiaran (broadcasting), bagian dari komunikasi yang kini juga memiliki peran penting dalam segala aspek kehidupan adalah iklan (periklanan) atau advertising. Iklan merupakan hasil dari upaya mengiklan yang sering kita kenal dengan sebutan periklanan. Definisi periklanan itu sendiri adalah suatu usaha untuk memperkenalkan suatu produk/jasa kepada masyarakat/konsumen dengan tujuan memasarkan atau menjual.[1] Dari definisi tersebut dapat kita simpulkan tentang beberapa tujuan atau fungsi dari iklan itu sendiri, diantaranya untuk memperkenalkan sesuatu sebagai suatu informasi, visualisasi pencitraan suatu hal, dan sebagai suatu alat komunikasi.

Untuk memperjelas mengenai apa itu iklan, dapat diklasifikasikan beberapa jenis iklan diantaranya iklan komersial dan iklan korporasi. Iklan komersial adalah iklan yang bertujuan untuk mendukung kampanye pemasaran suatu produk atau jasa, sedangkan iklan korporasi adalah Iklan yang bertujuan membangun citra suatu perusahaan yang pada akhirnya diharapkan juga membangun citra positif produk-produk atau jasa yang diproduksi oleh perusahaan tersebut.[2]

Dari fungsi dan jenis iklan, dapat kita aplikasikan ke dalam beberapa aspek yang mempergunakannya. Dewasa ini, iklan bukan hanya sebagai media komersil namun juga menjadi media untuk pencitraan suatu hal. Yang sedang marak adalah menggunakan iklan sebagai pencitraan pribadi seseorang. Untuk menunjang citra baik, perusahaan atau bahkan seseorang rela membayar mahal untuk mengiklankan perusahaan atau mengiklankan dirinya baik untuk pencitraan secara komersil atau untuk meraih simpati publik. Lewat iklan, penyanyi misalnya kini mulai merambah dunia iklan seperti menjadi brand ambassador atau bintang iklan dari suatu prouk dengan tujuan komersil pribadi (honor) atau untuk mempromosikan dirinya di kancah dunia hiburan. Termasuk tokoh-tokoh politik seperti yang telah saya singgung sebelumnya, yang kini juga menggunakan media iklan untuk mempromosikan dirinya demi pencapaian simpati dari masyarakat mengenai dirinya. Dapat kita lihat dari kampanye-kampanye partai politik, kampanye-kampanye pemilihan wakil rakyat ataupun wakil daerah, dan sebagainya. Hal-hal tersebut membuktikan, bahwa iklan memiliki kekuatan yang sangat besar untuk pencitraan suatu hal dimana didalamnya dapat menciptakan upaya pesuasif yang baik pula.

Pembahasan

Periklanan Politik

Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, periklanan kini merambah dunia politik. Ada banyak hal yang diperhitungkan untuk menjadi salah satu tokoh politik yang tersohor, diantaranya seberapa dikenal dia (populer), seberapa besar simpati masyarakat kepadanya, baru setelah itu apa saja kontribusi yang telah ia lakukan untuk masyarakat. Dari situlah individu-individu dan institusi-institusi politik menggunakan iklan untuk tujuan politiknya. Fungsi media massa, dalam hal ini termasuk iklan didalamnya salah satunya adalah untuk menginformasikan dan mempersuasi masyarakat. Dari fungsi tersebut, insan-insan politik kemudian mengaplikasikannya untuk kebutuhan atau kepentingan politiknya.

♣          Fungsi Informatif Iklan

Iklan dapat memberitahukan kepada masyarakat mengenai hal-hal yang belum diketahui oleh masyarakat, atau memperkuat keyakinan dan pengetahuan masyarakat terhadap suatu hal. Dalam hal ini, politisi memanfaatkan fungsi iklan tersebut untuk memberitahukan atau mensosialisasikan aktivitas politiknya seperti kampanye, pengenalan Partai Politik baru, dan sebagainya. Hal tersebut dilakukan untuk memberitahu masyarakat tentang eksistensi suatu institusi politik ataupun insan politik dengan tujuan untuk menggambarkan kinerja mereka sebagai aktivis atau organisasi politik agar mendapatkan perhatian maupun simpati dari masyarakat.

Melalui iklan, partai-partai baru pada periode Pemilihan Umum 2009 lalu seperti GERINDRA melalukan sosialisasi tentang keberadaan dan eksistensi partai mereka jauh sebelum jatuh waktunya pemilihan umum. Partai Politik yang dipimpin oleh Prabowo Subianto ini, memperkenalkan partai GERINDRA (Gerakan Indonesia Raya) sebagai partai atau organisasi politik baru yang memiliki visi untuk menjadikan Indonesia merdeka, berdaulat, bersatu,demokratis, adil, dan makmur melalui iklan yang ditayangkan ditelevisi. Dimana di dalam iklan tersebut, divisualisasikan bahwa GERINDRA akan menjadi pengayom bangsa Indonesia dengan merangkul seluruh rakyat Indonesia tanpa memandang kelas dan status sosialnya. http://www.youtube.com/watch?v=k-Hsu_SgxQQ

♣          Fungsi Persuasif Iklan

Selain fungsi informatif, seperti layaknya media massa, iklan juga memiliki fungsi persuasif. Fungsi inilah yang kemudian diterapkan oleh insan-insan dan institusi-institusi politik untuk mempersuasi masyarakat dalam tercapainya tujuan-tujuan politik mereka. Melalui iklan, mereka dapat mengkampanyekan partai-partai politik mereka, ataupun diri mereka agar mendapatkan simpati dari masyarakat. Sebagi ilustrasi, misalnya iklan-iklan kampanye partai-partai politik untuk mencari dukungan suara dari masyarakat dalam pemilihan umum yang banyak kita jumpai di berbagai media yang ada di Indonesia. Mereka yang mengkampanyekan diri atau partai politik mereka menjaring kekuatan iklan sebanyak-banyaknya untuk mensosialisasikan diri atau partai politik mereka. Mulai dari hanya selebaran saja, spanduk-spanduk, gambar-gambar diri atau partai politik mereka di media cetak, sampai dengan billboard dan iklan televisi serta radio. Hal-hal tersebut semata-mata mereka lakukan bukan hanya untuk mensosialisasikan diri mereka dalam dunia politik, tetapi juga untuk mempersuasi masyarakat untuk memilih atau menyetujui upaya-upaya politik yang mereka lakukan. Semakin banyak dan sering iklan yang mereka buat, maka masyarakat akan semakin tahu dan semakin besar kemungkinan banyak masyarakat yang bersimpati terhadap pihak-pihak yang melakukan pengiklanan diri tersebut.

Namun, seperti layaknya koin yang memiliki dua sisi. Iklan politik bukan hanya ditujukan untuk kepentingan pribadi (profit) semata, melainkan juga kepentingan masyarakat yaitu tujuan-tujuan mulia suatu organisasi atau individu yang ingin membuka mata masyarakat mengenai dunia politik yang sebenarnya, pesan-pesan yang ingin disampaikan untuk menggerakan masyarakat dalam menanggapi keadaan politik, dan sebagainya. Melalui iklan, pesan-pesan masyarakat tersebut dapat menjaring banyak masyarakat untuk sadar dalam menghadapi upaya-upaya politik yang kini sedang gencar dilakukan oleh para insan politik, yang beberapa diantaranya semata-mata hanya untuk kepentingan (keuntungan) pribadi politikus-politikus tersebut.

Fenomena-Fenomena Iklan Politik

Ketua Badan Pengawas Periklanan P3I Ridwan Handoyo mengakui ada perubahan iklan politik di Indonesia. Saat ini, iklan politik lebih untuk membangun brand awareness, individual awareness, dan party awareness. “Bahkan, iklan sekarang sudah berani menyerang saingannya. Kalau dulu sebatas ajakan, coblos A, B, atau C.[3]

Seperti pernyataan yang dinyatakan oleh Pak Ridwan Handoyo, dapat kita kritasasi bahwa melalui media massa khususnya iklan, kini para politikus memiliki upaya-upaya terselubung lain yaitu upaya pengumpulan simpati melalui upaya melengserkan atau menjatuhkan pihak politik lain, yang mungkin dianggap sebagai saingannya. Hal tersebut nampak pada iklan-iklan partai politik yang kini sudah berani dengan lugas menyindir atau bahkan menyatakan secara gamblang tentang kekurangan atau kelemahan pihak politik lain. Misalnya ketika kampanye partai politik antara kubu Megawati dengan kubu Soesilo Bambang Yoedhoyono yang terkesan saling menjatuhkan pada periode pemilu 2009 lalu. Bahkan dibeberapa iklannya diindikasi ada sindiran-sindiran yang secara langsung maupun tidak langsung ditujukan kepada SBY.[4]

Kesimpulan

Dunia periklanan, layaknya media massa dapat diibaratkan sebagai dua mata pisau. Apabila dipegunakan dengan baik, makan akan menghasilkan manfaat yang baik. Namun sebaliknya, apabila digunakan dengan tidak baik, maka akan menghasilkan hal yang buruk bahkan dapat menyebabkan kehancuran diri maupun perpecahan. Sudah selayaknya media iklan digunakan sebijak-bijaknya bukan untuk kepentingan individual atau institusional semata, melainkan untuk kepentingan umum demi tercapainya tujuan bersama.

Untuk tujuan politik, bukan berarti dilarang untuk menggunakan media iklan untuk membantu kegiatan politiknya, melainkan untuk memberikan informasi-informasi bermanfaat bagi masyarakat. Apabila ada kepentingan persuasi seperti kampanye, sudah selayaknya pihak-pihak yang melakukannya menggunakan media iklan dengan jujur dan terbuka. Tidak hanya menggambarkan janji-janji melalui iklan, namun terlalu sibuk dengan pamornya melalui iklan tersebut, kemudian lupa untuk menjalankannya, karena kontribusi seseorang atau suatu institusi bukan dilihat dari seberapa bagus dan mahalnya iklan yang dibuat, melainkan apa yang dijanjikan didalamnya dapat direalisasikan dan bukan hanya ungkapan persuasi belaka.


[1] http://elinww.multiply.com/journal/item/3/Periklanan_dan_Stateginya

[2] http://pengantarperiklanan.blogspot.com/2008/03/jenis-jenis-iklan.html

[3] http://nasional.kompas.com/read/2008/08/23/10343759/Iklan.Politik.Contohlah.Iklan.Rokok.

[4] http://tapeulie.wordpress.com/2009/04/02/etika-politik-para-kandidat-capres-2009/

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Media Massa dan Konvergensi Media Massa

Menanggapi artikel :

Henry Jenkins, Convergence Culture : Where Old Media and New Media Collide. New York University Press.

Chapter 4 : Quentin Tarantino’s Star Wars ? Grassroots Creativity Meets the Media Industry

Abstrak

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi dimana Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaiam, bangunan, dan karya seni.[1] Dari definisi tersebut dapat kita persempit lagi artinya dengan menafsirkan budaya sebagai sebuah warisan kebiasaan yang meliputi pola perilaku sehari-hari kita. Budaya memiliki suatu siklus, yaitu budaya berasal dari masyarakat, kemudian diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, lalu kembali membentuk masyarakat yang lebih luas. Dengan kata lain, budaya tidak bisa lepas dari masyarakat.

Budaya yang berasal dari masyarakat berlangsung secara turun-menurun (warisan) yang menjamur kemudian menjadi identitas dari suatu masyarakat tersebut. Budaya turun-temurun tersebut biasa dikenal dengan sebutan budaya rakyat dimana didalamnya terdapat bentuk-bentuk warisan budaya seperti hikayat, dongeng, mitos, legenda, dan sebagainya. Di dalam kesemua hal tersebut tersalurkan nilai-nilai luhur mengenai hal-hal yang harus dipahami dan diterapkan dalam kehidupan serta apa yang harus dihindari agar hidup bahagia. Dari budaya turun-temurun itu, kemudian berubah menjadi nilai-nilai yang diterapkan dalam kebudayaan sekarang yaitu budaya massa. Budaya massa adalah produk kebudayaan yang terus menerus direproduksi sekaligus dikonsumsi secara massal, sehingga industri yang tercipta dari budaya massa ini berorientasi pada penciptaan keuntungan sebesar-besarnya dimana budaya massa ini adalah sebagai akibat dari kritik atas budaya tradisional, dimana budaya tradisional ini muncul dan berasal dari masyarakat itu sendiri dan tidak terikat atau tergantung pada media massa.[2] Dapat disimpulkan bahwa, budaya massa merupakan budaya yang diciptakan dari persebaran informasi yang dilakukan oleh media massa, yang kemudian diterapkan oleh masyarakat sesuai dengan nilai-nilai yang dianutnya.

Penciptaan berbagai bentuk-bentuk budaya saling berkesinambungan satu sama lain. Begitupun budaya massa yang tercipta, kemudian menciptakan suatu konvergensi budaya yang berasal dari konvergensi media massa. Budaya yang berbeda-beda kini sudah melebur menjadi suatu budaya dalam konteks yang lebih luas. Misalnya, budaya daerah kini telah melebur menjadi budaya kesatuan Indonesia. Informasi yang disebarkan secara konvergen, menciptakan pemikiran budaya-budaya baru yang sifatnya juga konvergen. Masyarakat yang tidak terjamah informasi, kini dapat memperoleh informasinya lewat konvergensi yang dilakukan oleh media dengan menciptakan media-media baru yang sifatnya accessable dan pada akhirnya mensosialiasikan hal-hal baru yang berujung pada terciptanya budaya baru.

Pembahasan

Media Massa dan Konvergensi Media Massa

(Folk Culture, Mass Culture, Convergence Culture)

Kebutuhan Akan Informasi

Manusia merupakan makhluk hidup yang memiliki kelebihan istimewa dibandingkan dengan makhluk lainnya, karena manusia memiliki akal dan tingkat intelegensi yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Akal budi tersebut menggerakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya untuk bertahan hidup. Selain kebutuhan fisik seperti pangan, sandang, dan papan juga kebutuhan sosial seperti hidup berdampingan dengan manusia lain yang juga menjadi hakikat manusia sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kebutuhan lain yang tak kalah penting yaitu kebutuhan akan informasi. Kebutuhan akan informasi, membuat manusia mengetahui apa yang tidak ia ketahui, dan memperkuat dan mengubah keyakinan yang telah dimiliki sebelumnya. Dengan manusia yang menjadi tahu itulah, yang kemudian mendorong manusia untuk mencari cara untuk bertahan hidup seperti, bagaimana mencari nafkah, apa yang harus dilakukan untuk mencari pasangan hidup, apa yang harus diperbuat untuk menjadi individu yang berguna, termasuk bagaimana memperoleh ilmu yang kemudian nantinya akan dipergunakan untuk kepentingan pribadi dan umum.

Dari situlah dibutuhkan upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut yaitu bagaimana kita memperoleh informasi yang kita butuhkan untuk menjawab semua pertanyaan untuk menjalani hiup atau memperbaiki kualitas hidup itu seniri. Untuk itu diperlukan media yang dapat memenuhinya yang sampai sekarang sangat terasa fungsinya yaitu media massa.

Media Massa dan Fungsi Transmisi Kulturalnya

Media massa erat kaitannya dengan komunikasi massa, dimana komunikasi massa menggunakan media untuk memberikan informasi dan persuasi terhadap massa. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa media massa adalah media atau saluran yang digunakan untuk menyebarkan informasi baik cetak maupun elektronik, baik hanya untuk tujuan informatif (termasuk hiburan) ataupun persuasif (bahkan propagana) dengan mengandalkan peralatan teknis untuk menjaring massa sebanyak-banyaknya dimana pelaksanaannya dilakukan oleh pers yang bergerak dibawah kode etik dan lembaga pers.

Media seperti yang kita ketahui terbagi menjadi dua pada umumnya, yaitu media cetak yang berupa koran, majalah, tabloid, dan media elektronik yaitu televisi, radio, termasuk internet di dalamnya. Ada beberapa fungsi media massa yang dapat diklasifikasikan diantaranya to inform (menginformasikan), to entertain (menghibur), dan to persuade (mempengaruhi) oleh Harold D. Laswell serta Pengawasan (Surveillance), Menghubungkan (Correlation), Transmisi Kultural, (Cultural Transmission), dan Hiburan (Entertainment) menurut Wright. Dari fungsi yang telah disebutkan diatas, yang akan saya coba telisik lebih dalam yaitu fungsi media massa sebagai transmisi kultural. Media sebagai kekuatan strategis dalam menyebarkan informasi merupakan salah satu otoritas sosial yang berpengaruh dalam membentuk sikap dan norma sosial suatu masyarakat. Media massa bisa menyuguhkan teladan budaya yang bijak untuk mengubah prilaku masyarakat.[3] Pernyataan tersebut dapat kita kaitkan dengan media massa yang juga memiliki peran dalam mensosialisasikan nilai dan norma yang ada.

Lewat media, kini dapat kita lihat beberapa informasi yang disuguhkan menggambarkan perilaku-perilaku atau sikap-sikap yang ada, yang merefleksikan suatu penerapan nilai dan norma dalam kehidupan. Hal tersebut dapat kita ilustrasikan dengan program-program televisi misalnya. Program televisi kini sudah mulai menampilkan refleksi budaya barat yang sekarang menjamur menjadi budaya baru di Indonesia. Misalnya, cara berpakaian, cara berbicara, penggunaan bahasa asing dalam percakapan sehari-hari, sampai kekerasan dan asusila. Dalam sisi positif, budaya barat yang high-tech dan modern memberi dampak positif berupa modernisasi yang berbasis teknologi untuk memajukan seluruh aspek kehidupan dimana akhirnya dapat memajukan stabilitas negara. Begitu besarnya kekuatan media massa yang mampu mensosialisasikan nilai-nilai barat tersebut, dimana kini menciptakan suatu budaya baru yang berbeda arah dengan buaya timur yang kita anut sebagai salah satu sisi negatifnya. Budaya-budaya hidup glamor ala selebriti hollywood misalnya, yang divisualisasikan lewat tayangan-tayangan televisi kini menjamur menjadi gaya hidup masyarakat kota seperti narkoba, minuman keras sampai seks bebas.

Konvergensi Media

Seperti yang telah dijelaskan diawal, media terbagi menjadi dua yaitu media cetak dan media elektronik. Untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan, masyarakat harus memilih salah satu dari kedua jenis media tersebut. Misalnya, ketika bangun tidur dan membuka pintu rumah, masyarakat dapat memperoleh informasi untuk membuka harinya dengan harian pagi yang biasanya dikirim sekitar pukul enam, baik alam berbentuk koran ataupun majalah. Kemudian, diperjalanan menuju tempat beraktivitas seperti kantor ataupun kampus (sekolah), penikmat berita dapat menikmati berita yang disajikan lewat stasiun radio. Begitupun setelah selesai beraktivitas, ketika sampai dirumah, bahkan sebelum tidur, masyarakat dapat kembali memperoleh informasi lewat tayangan-tayangan atau program-program televisi.

Namun, di era globalisasi seperti ini dimana arus informasi harus bergerak cepat, dibutuhkan suatu penggabungan berbagai media yang dapat diakses dimana saja dan kapan saja. Tidak bermaksud untuk mengintimidasi fungsi dari media-media massa secara terpisah, namun kini kita sudah dapat “membaca harian”, “mendengar siaran radio”, sampai “menyaksikan suatu tayangan” hanya menggunakan satu media saja. Media-media yang terbilang tradisional tersebut, kini melebur menjadi satu dan terwujud lewat adanya internet. Penggabungan media-media tersebut, yang kita kenal dengan sebutan konvergensi media. Fenomena jurnalisme online sekarang ini menjadi contoh menarik. Khalayak pengakses media konvergen alias ”pembaca” tinggal meng-click informasi yang diinginkan di komputer yang sudah dilengkapi dengan aplikasi internet untuk mengetahui informasi yang dikehendaki dan sejenak kemudian informasi itupun muncul.[4]

Dengan adanya konvergensi media, komunikasi massa menjadi lebih efektif dan mampu menjaring massa lebih banyak. Konvergensi media ini, juga sangat terasa manfaatnya dalam bidang periklanan. Lewat konvergensi media ini, iklan dapat lebih spreadable untuk merengkuh banyak massa demi tercapainya tujuan dari iklan tersebut, baik profit maupun non-profit. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai produk-produk yang tadinya hanya dipasarkan di media cetak karena biaya yang lebih murah dibandingkan apabila harus beriklan di televisi, kini dapat dikenal lebih luas lagi, karena adanya media internet.

Bentuk konvergensi lain misalnya, lembaga media yang kini melebarkan sayapnya untuk menciptakan media-media baru. Dapat kita jadikan contoh, harian Kompas, kini bukan hanya terbit sebagai suatu media cetak sehingga kita harus membeli korannya, tetapi kini juga merambah dunia maya untuk mempublikasikan hasil kerja jurnalisnya yaitu www.kompas.com. Hal ini sama-sama menguntungkan baik bagi penikmat maupun Kompas itu sendiri. Apabila masyarakat tidak memiliki jaringan internet, maka masyarakat tetap dapat menikmati berita atau informasi dengan membeli harianya. Sedangkan para pegawai yang sibuk dan tidak memiliki waktu untuk membeli dan membaca koran, dapat memperoleh informasi yang dibutuhkannya lewat internet yang dapat diakses dimana saja dan kapan saja. Begitupun yang dilakukan oleh stasiun radio Elshinta yang kini menerbitkan majalah bisnisnya, kemudian tabloid Genie yang kini memiliki program infotainment di televisi untuk memberitakan tentang kehidupan selebritis seperti yang terdapat di tabloidnya, dan masih banyak lagi contoh konvergensi media lainnya. Sehingga kini audiens memiliki high-power untuk memilih media mana yang ingin digunakan. Konvergensi media memungkinkan audiens (khalayak) media massa untuk berinteraksi dengan media massa dan bahkan mengisi konten media massa. Audiens sekarang dapat mengontrol kapan, di mana dan bagaimana mereka mengakses dan berhubungan dengan informasi, dalam berbagai jenisnya.[5]

Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat kita lihat mengenai kekuatan yang dihasilkan oleh media massa. Media massa memiliki pengaruh besar terhadap pembentukan dan perkembangan masyarakat. Hal tersebut merupakan hasil dari sosialisasi dan realisasi yang dilakukan oleh media massa terhadap nilai-nilai yang ada dalam budaya masyarakat itu sendiri.

Sebagai masyarakat yang kritis, sudah seharusnya kita dengan bijak memilih dan menerima informasi mana yang beredar di masyarakat. Sudah seharusnya juga kita memilah-milah informasi mana yang sifatnya berguna, atau hanya mengotori pikiran kita saja seperti hoax atau spam. Apalagi di zaman sekarang, dimana kini dapat kita temukan adanya campur tangan oknum-oknum kepentingan sehingga informasi atau berita tidak lagi murni. Oleh sebab itu, agar kita tiak terjerumus oleh informasi-informasi yang tidak bermanfaat tersebut.

Imbas globalisasi juga sangat berdampak pada media, khususnya menjadi salah satu hal yang melatarbelakangi konvergensi lewat adanya teknologi. Pengertian globalisasi sebagai suatu era atau wadah pemersatu, erat kaitannya dengan konvergensi media ini. Informasi yang dulu sifatnya terpisah-pisah dapat berujung menjadi suatu kesatuan yang menghantarkan suatu informasi secara utuh tanpa kita harus bersusah-susah untuk mendapatkannya sekarang.

Kembali pada diri masing-masing. Hal-hal diatas mungkin saja memiliki kontroversi dibelakangnya. Namun tergantung bagaimana kita menilainya, dan bukan menjadikannya sebagai media untuk saling memprovokasi tetapi media pemersatu yang memberikan manfaat bagi setiap orang yang menggunakannya. Apabila hal-hal tersebut digunakan dengan bijak dengan tujuan baik, maka akan berbuah baik, begitupun sebaliknya.




[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya

[2] http://sosbud.kompasiana.com/2010/06/16/budaya-massa-mass-culture/

[3] http://indonesian.irib.ir/index.php?option=com_content&view=article&id=1330:pengaruh-media-massa-terhadap-masyarakat&catid=63:sosial&Itemid=69

[4] http://abunavis.wordpress.com/2007/12/09/tantangan-masa-depan-konvergensi-media/

[5] http://satrioarismunandar6.blogspot.com/2010/11/memahami-konvergensi-media-media.html

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Thank You :)

I just opened this blog because i had to submit my assignment about responding some articles. It was shocking when i saw alota comments for some of my blogs. I’m sorry if there could be found something seems cranky but that’s how i see something. It was witty too when i saw some people said that I’m “a man”, well actually I’m totally a girl LOL! But it’s ok, i feel very grateful for those bunch of considerations about my blog.

Keep visiting, I hope my blog would always be that enjoyful hihihi

Thanks again, cyberdude! 😀

Posted in Uncategorized | Leave a comment